Senin, 23 Mei 2011

Melatih Si Kecil Agar Mandiri

JIKA kita percaya bahwa anak adalah: Penjelajah ulung, pemikir yang imajinatif, pemecah masalah yang kreatif, Serta mampu melihat keajaiban dan keindahan di alam raya juga lingkungannya. Maka kita harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk: Menunjukkan eksistensinya, mengekspresikan diri, berani mengajukan pertanyaan, Selalu ingin tahu, menguji hipotesis mereka, menemukan sesuatu, Bekerja sama dengan orang lain, mempertimbangkan pandangan orang lain, dan membuat keputusan.”
(Jennifer Eaton & Wendy Shepherd dalam Early Childhood Environment)

SETIAP anak itu unik. Masing-masing dari mereka memiliki kebutuhan, tantangan, dan permasalahan yang berlainan. Mereka juga mempunyai potensi dan bakat yang berbeda. Seorang anak juga membutuhkan anutan, tetapi hal itu bukanlah berarti paksaan untuk mengikuti apa yang diinginkan. Anak berhak memilih dan melakukan apa yang dia inginkan.

Hal tersebut sangat diperlukan, agar ketika beranjak dewasa si anak mampu menjadi manusia yang bertanggung jawab, kreatif, serta sanggup menjadi pribadi yang mandiri.

Arti mandiri umumnya dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan segala sesuatunya sendiri. Tentu saja, yang dimaksud di sini adalah sesuai dengan kemampuan anak seusianya. Kemandirian memang dapat mengajarkan anak-anak untuk menghadapi fenomena-fenomena duniawi.

Kendati demikian, orangtua perlu lebih dulu meletakkan bingkai yang tepat sehingga tidak terjadi disorientasi pada anak. Penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan istilah yang mudah dipahami menjadi tantangan tersendiri bagi kita dalam menjelaskan hakikat hidup ini. Bahwa hidup adalah yang menuntut pertanggung jawaban.

Mempersiapkan anak untuk mandiri bukanlah sebuah proyek yang harus mengambil alokasi waktu dan dana khusus. Yang diperlukan adalah komitmen orangtua untuk melakukan “bimbingan berjalan” dengan mengarahkan, memberi semangat, mendampingi dan membantu anak mandiri dalam menjalani hidup sehari-hari. 

Beberapa hal berikut adalah kecakapan yang seyogianya kita persiapkan sejak dini dalam upaya melatih anak menjadi pribadi yang mandiri.

1. Kecakapan rumah tangga
Kecakapan ini dapat diperoleh dengan mendampingi ayah dan ibu ketika mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga. Misalnya pada saat menata perabotan rumah. Kegiatan seperti itu bisa menjadi aktivitas yang mengasyikkan bagi orangtua dan anak, karena mereka dapat mengerjakannya sambil mengobrol akrab. Sang ibu menata dapur bersama putrinya. Sedangkan ayah bisa mengajak untuk putranya berbelanja perkakas pertukangan lalu bersama-sama memperbaiki engsel jendela. Keikutsertaan mereka dalam aktivitas itu sehari-hari membuat mereka merasakannya sebagai sebuah bagian tak terpisahkan dari hidupnya.

2. Kecakapan sosial
Anak-anak di tatar Sunda umumnya mengenal permainan anjang-anjangan (bermain tamu-tamuan). Sesungguhnya, permainan tersebut adalah salah satu cara terbaik untuk membekali anak mengenai adab sopan-santun dan tatakrama pergaulan. Di sini mereka belajar bertoleransi pada orang lain, membuat sebuah pembicaraan yang efektif, melakukan persuasi, dan menjadi pendengar yang baik.

3. Kecakapan penggunaan sarana vital sehari-hari
Adakalanya seseorang mengalami hal-hal yang tidak terduga, seperti sakit, kecelakaan, tersesat, dan sebagainya. Oleh karena itu, anak perlu dibekali dengan kecakapan untuk menggunakan sarana vital sehari-hari, seperti mengenal dan menggunakan telefon umum, membaca peta, nomor-nomor telepon darurat, juga denah kota atau lingkungan tempat tinggalnya Di samping itu anak juga perlu dikenalkan pada institusi dan instalasi vital setempat, seperti RT, RW, kantor polisi, rumah sakit, dsb.

4. Pengaturan barang dan ruangan
Di sini anak diberi pemahaman bahwa segala sesuatu ada tempatnya dan semua perlu menjaga agar semua tetap pada tempatnya. Pada anak-anak yang masih kecil kita dapat menyediakan rak sepatu yang rendah, tempat pakaian kotor tersendiri, dan loker plastik yang bergambar isi masing-masing. Hal itu dimaksudkan agar mereka terlatih untuk meletakkan barang-barang pada tempatnya. Sedangkan bagi anak yang lebih besar, kita dapat memberinya kesempatan untuk mengatur barang-barang sesuai dengan keinginannya sendiri.

5. Pengaturan uang
Mengajar nilai uang perlu dilakukan secara intensif. Salah satu caranya ialah dengan memberi mereka uang bulanan. Dengan demikian, mereka dapat membiasakan diri untuk mengatur uang tersebut bagi keperluannya selama sebulan. Orangtua juga perlu memberi nasehat tentang perbedaan antara pola belanja konsumtif dan berbelanja secara bijak. Mereka tidak akan pernah dapat belajar mengatur uang bila mereka tidak pernah membelanjakannya, secara bijak ataupun boros. Di samping itu, mereka pun dapat belajar untuk menghemat dan menabung. Pada saat yang sama, kitapun dapat mengajarkan semangat untuk berinfak dan sedekah dari uang yang mereka sisihkan setiap bulannya.

6. Kreativitas
Banyak anak sekarang yang mencantumkan nonton TV atau video game sebagai hobi. Padahal, hobi kreatif sangat dibutuhkan untuk membentuk pribadi kreatif yang akan dapat banyak memberi kontribusi bagi masyarakat. Di sinilah orangtua perlu memberi stimulus pada mereka dengan mengajak mereka pada acara-acara yang menyuguhkan kreativitas, seperti pentas seni, pameran pendidikan, dsb. Jika memungkinkan, orangtua juga dapat menyediakan bahan-bahan untuk eksplorasi kreativitas mereka, misalnya kelengkapan untuk membuat prakarya atau buku-buku pengetahuan umum.

**

SELAIN melatih mereka untuk melakukan beberapa kecakapan di atas, orangtua juga perlu memberi kesempatan memilih kepada anak-anak terhadap apa yang ingin mereka lakukan. Sebab anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk membuat pilihan sendiri. Sebaliknya, bila dia terbiasa berhadapan dengan beberapa pilihan, maka dia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri. Kebiasaan untuk membuat keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini, akan memudahkannya untuk menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal besar dalam kehidupannya kelak.

Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong dia untuk terus melakukannya. Jangan sekali-kali Anda membuatnya kehilangan motivasi atau harapan mengenai sesuatu yang ingin dicapainya. (Deny Riana; dimuat di Pikiran Rakyat, Minggu 3 Oktober 2010, hal. 31).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar